Setelah
puluhan tahun Revolusi Hijau kita semua baru terhenyak, pemakaian pupuk kimia sintetis
berdampak sistemik terhadap semua segi kehidupan, terutama bidang
pertanian yang menyebabkan levelling off produksi pertanian. Sehingga dibutuhkan evaluasi dan kajian yang mendalam agar mampu
menyentuh pada hakikat pertanian yang lebih manusiawi.
Tanaman
secara umum tidak hanya membutuhkan NPK, tapi mutlak membutuhkan 16 unsur hara makro dan
mikro, fitohormon juga pestisida hayati/alami. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa , mayoritas petani “memaksakan kehendak” dengan cara meningkatkan
suplai NPK saja tanpa memperhatikan ”Neraca Hara” dan faktor-faktor
penentu lainnya. Semua itu hanya untuk mengejar target produksi.
Akibatnya,
kebutuhan pupuk pada luasan yang sama agar mencapai produksi yang sama semakin meningkat tajam, di dalam tanah
kandungan mikroba penambat N dan pelarut P serta K nyaris tidak ada lagi terutama pada tanah/lahan yang menggunakan pestisida kimia tidak terkontrol (terutama herbisida) ditambah lagi bahan organik sisa hasil produksi tidak dikembalikan .
Kandungan C-Organik di tanah intensifikasi pertanian menurun drastis. Di pulau Jawa hanya tinggal di bawah 1% saja. Idealnya harus lebih dari 3%.
Lahan pertanian kita sakit kronis, komplikatif.
Kandungan C-Organik di tanah intensifikasi pertanian menurun drastis. Di pulau Jawa hanya tinggal di bawah 1% saja. Idealnya harus lebih dari 3%.
Lahan pertanian kita sakit kronis, komplikatif.
Jika
kita berupaya untuk menyehatkan kembali di posisi ideal C-Organik,
dibutuhkan pupuk organik yang terfermentasi dengan baik. Kadar
C-Organiknya yang tinggi. Hal ini berarti dibutuhkan volume kubikasi
atau tonase bahan organik yang sangat besar jumlahnya. Peran pupuk organik di dalam tanah adalah sangat penting terutama
sebagai penyangga sifat fisik, kimia dan biologi tanah, sehingga dapat
meningkatkan efisiensi pupuk dan produktivitas lahan
Untuk memenuhi kebutuhan NPK + unsur lainnya dengan cepat dan menekan tonase penggunaan bahan organik dibutuhkan pupuk organik + pupuk hayati.
* Pupuk Hayati dan Percepatan Penyehatan Lahan
Pertanyaannya,
kenapa pupuk hayati? Pupuk hayati yang mengandung mikroba terseleksi bekerja merombak bahan organik yang tersedia menjadi unsur hara tanaman termasuk menghasilkan fitohormon, selain itu bisa sebagai penambat Nitrogen, pelarut
Phospat dan Kalium. Pupuk hayati mampu menambat Nitrogen yang berlimpah
ruah yang ada di alam bebas, dengan kata lain pupuk hayati dapat sebagai pabrik pupuk
Pupuk
hayati mampu melarutkan Phospat dan Kalium yang sangat berlimpah ruah
di lahan. Asal tahu saja, pada dasarnya tanah pertanian kita kaya akan P dan K
tapi tidak bisa termanfaatkan oleh tanaman. Kekayaan P dan K tersebut
secara alami memang karakter tanah di indonesia dan ditambah lagi
berasal dari sisa pupuk anorganik yang selama ini disuplai oleh pupuk kimia sintetis
pada saat pemupukan. Sekedar informasi, dari total keseluruhan yang
diberikan pupuk anorganik ke tanah, P dan K hanya termanfaatkan oleh tanaman
sekitar 30% saja dari total kandungannya, selebihnya menjadi cadangan/
deposit kita.
Dengan
pupuk hayati, deposit P dan K mampu dilarutkan kembali oleh bakteri
Pseudomonas, Bacillus dan lain-lain yang dikandungnya.
Lahan
yang kronis akibat pemakaian pupuk kimia sintetis membutuhkan
percepatan penyehatan. Maka sungguh sangat bijak jika kita memahami arti
pupuk hayati yang mengandung bakteri seperti Azospirrilum,
Azoctobacter, Rhizobium dan lain sebagainya.
Menurut
Rodriquezz dan Fraga (1999) dari beberapa strain bakteri, ternyata
genus Pseudomonas dan Bacillus mempunyai kemampuan yang tinggi dalam
melarutkan phospat.
Lahan
dikatakan sakit, juga diakibatkan oleh kurangnya Zat Perangsang
Tumbuh/ Fitohormon organik seperti Sitokinin (Kinetin dan Zeatin), Auksin
(IAA), Giberrelin (GA), Ethilena dan sejenisnysa.
Zat-zat
tersebut juga dipersembahkan oleh Pupuk Hayati. Bakteri Azospirrilum,
Azoctobacter, Pseudomonas dan sejenisnya yang terkandung dalam pupuk
hayati mampu menyediakan zat-zat tersebut secara optimal.
Ketersediaan
fitohormon alami yang disekresikan oleh mikroba/ pupuk hayati nyaris
tidak tersedia di lahan pertanian intensif. Kondisi ini tentu menghambat
percepatan tumbuh maupun total produktivitas yang hendak dicapai oleh
petani. Wajar jika kemudian untuk mengejar produktivitas sangat sulit,
karena di negeri ini begitu minim pemakaian pupuk hayati.
* Mikroba dan Pertumbuhan Tanaman
Berbagai
hasil penelitian melaporkan bahwa beberapa kelompok mikroba mampu
menghasilkan senyawa yang dapat mempercepat pertumbuhan tanaman. Sebagai
contoh, bakteri Rhizobium yang terseleksi mampu menstimulasi
pertumbuhan, baik pada tanaman leguminoceace (tanaman kacang-kacangan)
maupun yang bukan Legumonoceace pada skala lapangan. Bakteri tersebut
mampu memproduksi fitohormon yaitu sitokonin dan auksin (Hoflich, 1995).
Hasil
penelitian yang lain menyebutkan bahwa Streptomyces griseoviridis juga
mampu memproduksi auksin yaitu IAA (indol-3-acetic acid) secara in
vitro. Metabolit ini dapat berperan sebagai stimulator pertumbuhan
tanaman, tetapi pada skala lapangan produksi IAA perlu dikaji lebih
lanjut (Tuomi et. al, 1940).
Salah
satu anggota rhizobakteria dengan kemampuan menambat nitrogen baik
sebagai mikroorganisme yang hidup bebas atau berasosiasi dengan
perakaran tanaman pangan seperti jagung dan padi adalah Azospirillum
(Dobereiner dan Day 1976). Azospirillum brasilense dapat memperbaiki
produktivitas tanaman melalui penyediaan N2 atau melalui stimulasi
hormon (Tien et al. 1979). Fallik dan Okon (1996) menyatakan bahwa
Azospirillum mampu meningkatkan hasil panen tanaman pada berbagai jenis
tanah dan iklim dan menurunkan kebutuhan pupuk nitrogen sampai 35%.
Di
samping itu, Azospirillum dapat meningkatkan jumlah serabut akar padi
(Gunarto et al. 1999), tinggi tanaman (Okon dan Kapulnik 1986), dan
menambah konsentrasi fitohormon asam indol asetat (AIA) dan asam indol
butirat (AIB) bebas di daerah perakaran (Fallik et. al. 1988).
Azotobacter
yang diisolasi dari tanah masam Jawa Barat mempunyai kemampuan dalam
penambatan nitrogen yang unggul (>400 mg/g b.k sel). Selain itu
isolat Azotobacter juga mampu menghasilkan zat pengatur tumbuh, seperti
Indol Asam Asetat (IAA) (Wedhastri, 1999). Sifat inilah yang menjelaskan
pengaruh menguntungkan Azotobacter sehubungan dengan peran IAA dalam
meningkatkan perkembangan dan pembelahan sel tanaman. IAA merangsang
perkembangan akar dan memperbanyak bulu-bulu akar tanaman padi (Razie
dan Anas, 2005).
* Mikroba dan Biokontrol
Beberapa
bakteri pelarut phospat juga berperan sebagai biokontrol yang dapat
meningkatkan kesehatan akar dan pertumbuhan tanaman melalui proteksinya
terhadap penyakit. Strain tertentu dari Pseudomonas sp. Dapat mencegah
tanaman dari patogen fungi yang berasal dari tanah dan potensial sebagai
agen biokontrol untuk digunakan secara komersial di rumah kaca maupun
di lapangan (Arshad dan Frankenberger, 1993) Pengaruh mikroba pelarut
phospat terhadap tanaman dari hasil penelitian menunjukan data yang
menggembirakan.
Mungkin,
perlu dipertimbangkan untuk memassifkan penggunaan pupuk hayati di
kalangan petani dengan cara pemberian subsidi terhadap pemakaian pupuk
hayati. Pemberian subsidi secara besar-besaran terhadap penggunaan pupuk
hayati ini menjadi sangat penting untuk mengatasi multikompleksnya
masalah-masalah pertanian tersebut.
Bukan
sekedar memakai bakteri pengurai (Dekomposer) yang tujuannya untuk
meningkatkan kadar C-Organiknya, tapi pupuk hayati menjadi kebutuhan
mendasar untuk meningkatkan produktivitas lahan tanpa membutuhkan pupuk
organik dalam jumlah besar.
Pupuk
Hayati dengan populasi ekstrim sangat berarti bagi petani karena ibarat
bisa menjadi pabrik NPK, zat perangsang tumbuh organik dan bio
pestisida. Banyak penelitian merekomendasikan bahwa untuk tujuan
efisiensi, efektivitas, ekonomis dan ramah lingkungan supaya memakai
pupuk hayati secara besar-besaran dan berkelanjutan. Jauh lebih penting
lagi untuk meningkatkan kemesraan bersahabat dengan lingkungan sebagai
wujud idealnya usaha pertanian.
”Kasihi yang di bumi pasti yang di
langit mengasihimu“.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar