Sabtu, 01 Maret 2014

MENGAPA HARUS PUPUK HAYATI ?


            Setelah puluhan tahun Revolusi Hijau kita semua baru terhenyak, pemakaian pupuk kimia sintetis berdampak sistemik terhadap semua segi kehidupan, terutama bidang pertanian yang menyebabkan  levelling off  produksi pertanian. Sehingga dibutuhkan evaluasi dan kajian yang mendalam agar mampu menyentuh pada hakikat pertanian yang lebih manusiawi.
           Tanaman secara umum tidak hanya membutuhkan NPK, tapi mutlak membutuhkan 16 unsur hara makro dan mikro, fitohormon juga pestisida hayati/alami. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa , mayoritas petani “memaksakan kehendak” dengan cara meningkatkan suplai NPK saja tanpa memperhatikan ”Neraca Hara” dan faktor-faktor penentu lainnya. Semua itu hanya untuk mengejar target produksi.
           Akibatnya, kebutuhan pupuk pada luasan yang sama agar mencapai produksi yang sama semakin meningkat tajam, di dalam tanah kandungan mikroba penambat N dan pelarut P serta K nyaris tidak ada lagi terutama pada tanah/lahan yang menggunakan pestisida kimia  tidak terkontrol (terutama herbisida) ditambah lagi bahan organik sisa hasil produksi tidak dikembalikan . 
            Kandungan C-Organik di tanah intensifikasi pertanian menurun drastis. Di pulau Jawa hanya tinggal di bawah 1% saja. Idealnya harus lebih dari 3%. 
            Lahan pertanian kita sakit kronis, komplikatif.
Jika kita berupaya untuk menyehatkan kembali di posisi ideal C-Organik, dibutuhkan pupuk organik yang terfermentasi dengan baik. Kadar C-Organiknya yang tinggi. Hal ini berarti dibutuhkan volume kubikasi atau tonase bahan organik yang sangat besar jumlahnya. Peran pupuk organik di dalam tanah adalah sangat penting terutama sebagai penyangga sifat fisik, kimia dan biologi tanah, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pupuk dan produktivitas lahan
Untuk memenuhi kebutuhan NPK + unsur lainnya dengan cepat dan menekan tonase penggunaan bahan organik  dibutuhkan pupuk organik + pupuk hayati.
*   Pupuk Hayati dan Percepatan Penyehatan Lahan
Pertanyaannya, kenapa pupuk hayati? Pupuk hayati yang mengandung mikroba terseleksi bekerja merombak bahan organik yang tersedia menjadi unsur hara tanaman termasuk menghasilkan fitohormon, selain itu bisa sebagai penambat Nitrogen, pelarut Phospat dan Kalium. Pupuk hayati mampu menambat Nitrogen yang berlimpah ruah yang ada di alam bebas, dengan kata lain pupuk hayati dapat sebagai pabrik pupuk
Pupuk hayati mampu melarutkan Phospat dan Kalium yang sangat berlimpah ruah di lahan. Asal tahu saja, pada dasarnya tanah pertanian kita kaya akan P dan K tapi tidak bisa termanfaatkan oleh tanaman. Kekayaan P dan K tersebut secara alami memang karakter tanah di indonesia dan ditambah lagi berasal dari sisa pupuk anorganik yang selama ini disuplai oleh pupuk kimia sintetis pada saat pemupukan. Sekedar informasi, dari total keseluruhan yang diberikan pupuk anorganik ke tanah, P dan K hanya termanfaatkan oleh tanaman sekitar 30% saja dari total kandungannya, selebihnya menjadi cadangan/ deposit kita.
Dengan pupuk hayati, deposit P dan K mampu dilarutkan kembali oleh bakteri Pseudomonas, Bacillus dan lain-lain yang dikandungnya.
Lahan yang kronis akibat pemakaian pupuk kimia sintetis membutuhkan percepatan penyehatan. Maka sungguh sangat bijak jika kita memahami arti pupuk hayati yang mengandung bakteri seperti Azospirrilum, Azoctobacter, Rhizobium dan lain sebagainya.
Menurut Rodriquezz dan Fraga (1999) dari beberapa strain bakteri, ternyata genus Pseudomonas dan Bacillus mempunyai kemampuan yang tinggi dalam melarutkan phospat.
Lahan dikatakan sakit, juga diakibatkan oleh kurangnya Zat Perangsang Tumbuh/ Fitohormon organik seperti Sitokinin (Kinetin dan Zeatin), Auksin (IAA), Giberrelin (GA), Ethilena dan sejenisnysa.
Zat-zat tersebut juga dipersembahkan oleh Pupuk Hayati. Bakteri Azospirrilum, Azoctobacter, Pseudomonas dan sejenisnya yang terkandung dalam pupuk hayati mampu menyediakan zat-zat tersebut secara optimal.
Ketersediaan fitohormon alami yang disekresikan oleh mikroba/ pupuk hayati nyaris tidak tersedia di lahan pertanian intensif. Kondisi ini tentu menghambat percepatan tumbuh maupun total produktivitas yang hendak dicapai oleh petani. Wajar jika kemudian untuk mengejar produktivitas sangat sulit, karena di negeri ini begitu minim pemakaian pupuk hayati.
*    Mikroba dan Pertumbuhan Tanaman
Berbagai hasil penelitian melaporkan bahwa beberapa kelompok mikroba mampu menghasilkan senyawa yang dapat mempercepat pertumbuhan tanaman. Sebagai contoh, bakteri Rhizobium yang terseleksi mampu menstimulasi pertumbuhan, baik pada tanaman leguminoceace (tanaman kacang-kacangan) maupun yang bukan Legumonoceace pada skala lapangan. Bakteri tersebut mampu memproduksi fitohormon yaitu sitokonin dan auksin (Hoflich, 1995).
Hasil penelitian yang lain menyebutkan bahwa Streptomyces griseoviridis juga mampu memproduksi auksin yaitu IAA (indol-3-acetic acid) secara in vitro. Metabolit ini dapat berperan sebagai stimulator pertumbuhan tanaman, tetapi pada skala lapangan produksi IAA perlu dikaji lebih lanjut (Tuomi et. al, 1940).
Salah satu anggota rhizobakteria dengan kemampuan menambat nitrogen baik sebagai mikroorganisme yang hidup bebas atau berasosiasi dengan perakaran tanaman pangan seperti jagung dan padi adalah Azospirillum (Dobereiner dan Day 1976). Azospirillum brasilense dapat memperbaiki produktivitas tanaman melalui penyediaan N2 atau melalui stimulasi hormon (Tien et al. 1979). Fallik dan Okon (1996) menyatakan bahwa Azospirillum mampu meningkatkan hasil panen tanaman pada berbagai jenis tanah dan iklim dan menurunkan kebutuhan pupuk nitrogen sampai 35%.
Di samping itu, Azospirillum dapat meningkatkan jumlah serabut akar padi (Gunarto et al. 1999), tinggi tanaman (Okon dan Kapulnik 1986), dan menambah konsentrasi fitohormon asam indol asetat (AIA) dan asam indol butirat (AIB) bebas di daerah perakaran (Fallik et. al. 1988).
Azotobacter yang diisolasi dari tanah masam Jawa Barat mempunyai kemampuan dalam penambatan nitrogen yang unggul (>400 mg/g b.k sel). Selain itu isolat Azotobacter juga mampu menghasilkan zat pengatur tumbuh, seperti Indol Asam Asetat (IAA) (Wedhastri, 1999). Sifat inilah yang menjelaskan pengaruh menguntungkan Azotobacter sehubungan dengan peran IAA dalam meningkatkan perkembangan dan pembelahan sel tanaman. IAA merangsang perkembangan akar dan memperbanyak bulu-bulu akar tanaman padi (Razie dan Anas, 2005).
*   Mikroba dan Biokontrol
Beberapa bakteri pelarut phospat juga berperan sebagai biokontrol yang dapat meningkatkan kesehatan akar dan pertumbuhan tanaman melalui proteksinya terhadap penyakit. Strain tertentu dari Pseudomonas sp. Dapat mencegah tanaman dari patogen fungi yang berasal dari tanah dan potensial sebagai agen biokontrol untuk digunakan secara komersial di rumah kaca maupun di lapangan (Arshad dan Frankenberger, 1993) Pengaruh mikroba pelarut phospat terhadap tanaman dari hasil penelitian menunjukan data yang menggembirakan.
Mungkin, perlu dipertimbangkan untuk memassifkan penggunaan pupuk hayati di kalangan petani dengan cara pemberian subsidi terhadap pemakaian pupuk hayati. Pemberian subsidi secara besar-besaran terhadap penggunaan pupuk hayati ini menjadi sangat penting untuk mengatasi multikompleksnya masalah-masalah pertanian tersebut.
Bukan sekedar memakai bakteri pengurai (Dekomposer) yang tujuannya untuk meningkatkan kadar C-Organiknya, tapi pupuk hayati menjadi kebutuhan mendasar untuk meningkatkan produktivitas lahan tanpa membutuhkan pupuk organik dalam jumlah besar.
Pupuk Hayati dengan populasi ekstrim sangat berarti bagi petani karena ibarat bisa menjadi pabrik NPK, zat perangsang tumbuh organik dan bio pestisida. Banyak penelitian merekomendasikan bahwa untuk tujuan efisiensi, efektivitas, ekonomis dan ramah lingkungan supaya memakai pupuk hayati secara besar-besaran dan berkelanjutan. Jauh lebih penting lagi untuk meningkatkan kemesraan bersahabat dengan lingkungan sebagai wujud idealnya usaha pertanian. 
”Kasihi yang di bumi pasti yang di langit mengasihimu“.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar